Jumat, 28 Juli 2017

Merencanakan Kegagalan

Merencanakan kegagalan?
Serius? Kalian sedang bercanda kan?

Ya, merencanakan kegagalan. Saya serius.
Terdengar aneh? Ya, mungkin ada yang mendengar bahwa pernyataan judul di atas terdengar aneh.
Anda sehat? Ya, saya sehat dan dengan sadar menulis tulisan dengan judul tersebut.

#Yap

Di saat sebagian besar orang justru menargetkan keberhasilan / kesuksesan dalam hidup, mereka-pun merencanakan dengan baik dan detail untuk meraih keberhasilan / kesuksesan tersebut. Tujuan mereka jelas, keberhasilan dan kesuksesan. Terus, kenapa harus merencanakan kegagalan?

Ya. Seperti halnya keberhasilan, kegagalan setidaknya harus direncanakan pula. Karena hidup ini tidak selamanya mengenai kemenangan / keberhasilan / kesuksesan / kesenangan, tetapi ada hal-hal lain yang berlawanan dengan deretan kata tersebut. Selain kemenangan / keberhasilan / kesuksesan / kesenangan, dalam hidup juga ada fase kekalahan / kegagalan / kerugian / kesedihan.

Kegagalan memang bukan hak prerogatif para pecundang saja. Nah, di sini lah letak perbedaan dalam hal penyikapan kondisi kegagalan. Ada orang yang menganggap kegagalan adalah akhir dari segalanya; ada yang menganggap sebagai batu loncatan; ada yang menganggap sebagai tumbal / kesialan; ada pula orang yang menganggap sebagai lahan pembelajaran. Semua kembali ke pola pikir masing-masing.

Ada sebuah kejadian di mana terjadi “gagal fokus” dalam menyikapi kegagalan. Salah satunya adalah (dan kebetulan sayang mengalami juga) membandingkan kondisi kita yang dalam kondisi gagal dengan orang lain yang tidak gagal atau dengan kata lain: sudah sukses di mata kita. Sikap membanding-bandingkan ini bisa muncul dari pemikiran sendiri dan/atau merupakan respon dari perlakuan orang lain. Yang parah adalah kombinasi dari kedua kejadian tersebut. Di satu sisi pola pikir kita memang sedang dalam kondisi “gagal fokus” dalam menyikapi kegagalan, kemudian diperparah dengan intimidasi (nyinyir-an) dari keluarga / kerabat / kawan. Kondisi yang menurut saya sangat luar biasa. Ya, LUAR BIASA.

#KembaliKeLaptop

Eh kembali ke pembahasan merencanakan kegagalan maksudnya.

Ya. Jadi, untuk itulah esesnsi perencanaan kegagalan. Persiapan mental gagal yag sudah lebih dahulu dikuatkan jikalau kegagalan menghampiri. Setidaknya, jika ada intimidasi / tekanan / nyinyir-an dari lingkungan sekitar, pikiran kita tetap fokus dan mampu menghadapi hal tersebut dengan kepala dingin. Dengan kata lain: stay cool, bro!  :-)

Menurut saya, untuk menkondisikan kepala tetap dingin dan pola pikir kita tetap fokus memang bukan pekerjaan mudah dan dapat dikebut dalam satu malam. Pembiasaan memang perlu. Tapi, terkadang “gagal fokus” tetap muncul saat kita melihat keluarga / kawan kita mulai memandang rendah kita. Tetaplah, pola pikir kita jangan sampai menjadi pola pikir pecundang. Fokus ke pola pikir pembelajar menjadi kritikal. Karena pecundang dan pembelajar adalah dua individu yang berbeda 180 derajat.

Berat kah? Ya, memang saya akui hal tersebut berat. Menyerah sekarang? Nampaknya belum tidak. Mari kita coba cara lain.

Kemudian, kadang timbul pertanyaan: waduh, si A kenapa bisa sesukses itu ya? Si A memang luar biasa.

Yap, kesuksesan si A bisa jadi merupakan pucuk dari gunung es yang menyembulkan dirinya sedikit ke atas permukaan laut. Terkadang kita alpa mengenai sesuatu yang jauh lebih besar dari hanya sekedar pucuk gunung es yang menyembul ke permukaan laut tadi. Ya, bisa jadi sesuatu yang jauh lebih besar itu merupakan kegagalan yang sudah dialami dan dilewati oleh si A. Jika kita mau repot untuk turun dari perahu nyaman kita dan menyelam ke dalam laut yang dingin untuk melihat sesuatu yang besar tadi, barangkali kita tidak menyangka bahwa kegagalan yang sudah dilewati oleh A memang luar biasa. Bahkan mungkin kita belum tentu sanggup untuk melewati rentetan kegagalan / kerugian / kesedihan yang sudah dialami oleh si A.

Nampaknya kejadian di atas sejalan dengan ungkapan seorang pendiri Honda Coorporation:
“Apa yang orang lihat tentang kesuksesan saya hanyalah 1%, tetapi yang tidak mereka lihat adalah 99%, yaitu kegagalan-kegagalan saya” (Soichiro Honda)

Ya, bagian pucuk gunung es yang terlihat di atas permukaan laut adalah 1% bagian dari gunung es yang ada; dan bagian yang tenggelam di bawah permukaan laut adalah 99% bagian dari total keseluruhan gunung es tersebut. Sekali lagi, luar biasa.

Kembali saya ulang, perencanaan kegagalan sama halnya dengan perencanaan kesuksesan. Dalam merencanakan kesuksesan, terkadang ada saja rencana yang meleset. Sudah direncanakan tetapi masih ada saja yang meleset. Seperti itu pula kegagalan. Jika kegagalan tidak direncanakan, bisa jadi efeknya akan meleset jauh.

Saya pernah dengar sebuah wejangan dari senior bahwa “kegagalan akan menjadi satu paket dengan kesuksesan”. Hmmmm. Jujur saja, itu berat dan tidak mudah. Semua orang pasti mau menerima, menjalani dan menikmati kesusksesan; tetapi apakah semua orang mau menerima kegagalan?
Hmmm. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan kembali ke diri kita masing-masing. Semua orang mempunyai jawaban yang unik.

#Lantas

Bagaimana dengan quote “jika Anda akan gagal dalam sesuatu hal, maka gagal-lah secepatnya!”?

Kemudian quote jaman kita sekolah dasar dahulu: “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”?

Kemudian bagaimana dengan quote “gagal merencanakan berarti merencanakan gagal”?

Entahlah…
Jawaban akan kembali ke diri kita masing-masing.

Tulisan ini hasil #refleksi dari sumber berikut:
Buku: Lim, Billy. 2014. Dare to Fail: Sisi Lain di Balik Kesuksesan. Jakarta: Phoenix Publishing Project.

Semoga bermanfaat.. :-)

Rabu, 19 Juli 2017

Sometimes We Win, Sometimes We Have to Learn

Mungkin ada beberapa dari kita yang sudah tidak asing lagi dengan judul di atas.

Judul tulisan di atas saya sadur dari sebuah buku karya John C. Maxwell yang berjudul “Sometimes You Win, Sometimes You Lose Learn”. Judul saya modifikasi sedikit agar sesuai dengan kondisi penulis saat ini dan barangkali kondisi sebagian dari kita.


Cover buku Pak John Maxwell yang saya maksud. (Sumber: dikumentasi pribadi)

Ya. Terkadang kamu menang, terkadang kamu kalah belajar. Pak John Maxwell mencoret (atau lebih tepatnya tidak menggunakan) kata “lose” (kalah) sebagai padanan frase sebelumnya yang menggunakan kata “win” (menang) dan mengganti kata “lose” (kalah) dengan kata “learn” (belajar). Kalah dan belajar merupakan dua kata yang berbeda makna. Tetapi, dalam kehidupan keseharian, kedua kata ini dapat menunjukkan kondisi yang mirip dengan efek yang berbeda 180 derajat.

Pa John Maxwell juga mengungkapkan bahwa pelajaran terbaik dalam hidup justru didapatkan dari kekalahan / kehilangan / kerugian yang kita alami, bukan dari bangku sekolah / kuliah. Ada petikan lain dari pendapat beliau yaitu:

Experience is not the best teacher, evaluated experience is

Dari evaluated experience itu-lah terdapat proses pembelajaran. Dan menurut beliau, itu lah guru terbaik.

Lanjut.

Jika suatu waktu kita menang, dan kemudian suatu waktu selanjutnya kita kalah, maka efek kalah menunjukkan bahwa si pecundang sudah tidak berdaya lagi terhadap lawannya. Sang pecundang sudah menyerah. Kondisi berbeda jika kita menggunakan kata “belajar”. Kadang-kadang kita menang, kadang kita harus belajar. Maka si pemenang tadi pada suatu saat akan menjadi pembelajar (bukan pecundang). Hidup tak selamanya tentang kemenangan, terkadang kita harus belajar mengenai hal-hal yang membuat kita tertunda untuk menang atau kita belajar untuk menang.

Efek yang sungguh berbeda akan terasa antara aura kata “kalah” dan “belajar”, walaupun sebenarnya dalam kondisi yang sama.

Bisa jadi kita harus belajar terlebih dahulu sebelum diberi kemenangan. Atau kita sudah menjadi pemenang, tetapi di kemudian hari, kita harus belajar. Dan sepertinya kita bisa sambungkan dengan peribahasa “hidup bagai perputaran roda pedati, kadang posisi di atas dan terkadang posisi di bawah dan seterusnya”, kemudian disambung dengan peribahasa “tuntutlah ilmu (belajar) dari buaian sampai liang lahat”.

Perkara kalah memang tidak mudah diterima, tetapi memang yang harus dilakukan (dan terkadang menjadi bagian tersulit dari proses kalah itu sendiri) adalah mencoba untuk bangkit dari kekalahan. Jika diibaratkan dengan orang jatuh, misalkan terpleset ke dalam kanal dengan kedalaman tertentu. Saat proses jatuh / terpeleset, yang pasti dirasakan adalah rasa kaget. Ya, kaget. Karena jatuh memang belum direncanakan sebelumnya. Berbeda kalau memang sudah direncanakan jatuh, itu lain cerita (mudah-mudahan dalam beberapa hari ke depan saya akan coba buat tulisan mengenai topik “merencanakan jatuh”, “jatuh terencana” dan sejenisnya 😊).

Lanjut, jika memang proses jatuh itu tidak direncanakan, maka kita akan kaget (shock). Kemudian jatuh dan mungkin merasakan sakit (sakitnya di situ ya, di bagian tubuh yang terbentur saat jatuh; bukan “sakitnya tuh di sini”. Itu mah judul lagu donk.. 😊).
Lanjut. Setelah sakit, kita pasti merasakan sakit tersebut untuk beberapa waktu. Dan kemudian, hal paling sulit-pun menghampiri, yaitu keinginan untuk bangkit. Setelah keinginan untuk bangkit muncul (dengan sulitnya), kemudian usaha untuk bangkit-pun kita lakukan (walaupun masih terasa sakit pasca jatuh tadi). Usaha untuk bangkit tidak harus sekali coba langsung berhasil, terkadang harus melalui beberapa tahap percobaan dan baru berhasil. Beruntung lah bagi mereka yang dari awal sudah berhasil dan tidak jatuh atau mereka mereka yang terjatuh dan mampu bangkit dengan sekali coba.

Dan dari kasus jatuh ke sungai tadi, kita jadi belajar akan beberapa hal seperti:

  •         Kenapa ya saya bisa jatuh?
  •         Mengapa saya harus jatuh di sungai yang agak dalam itu? Kenapa tidak di sungai yang lain yang dangkal saja?
  •         Berapa lama ya waktu yang diperlukan dari jatuh sampai saya bangkit lagi?
  •         Waktu saya jatuh, adakah orang yang yang membantu saya bangkit? Siapa dia orangnya?
  •          Kira-kira apa yang dapat mencegah saya agar ngga jatuh di sungai itu lagi?


#learn

Memang hidup ini untuk belajar, bahkan sampai jasad kita tak bernyawa. Banyak hikmah yang didapat dari sebuah kekalahan / kejatuhan / /kehilangan / kerugian proses pembelajaran. Siapa-pun orang yang masih berjalan di atas muka bumi pasti akan selalu siap menghadapi kemenangan dan memang itu yang dituju, tetapi kadang untuk sebuah kekalahan proses pembelajaran, barangkali belum semua orang siap akan hal tersebut.

Kemudian, barangkali ada pertanyaan yang muncul: mengapa saya harus belajar? Ya karena kita tidak selamanya dalam posisi menang. Kecuali jika ada suatu lembaga yang menjamin kita untuk selalu menang setiap saat. Barulah dengan itu, kita tidak perlu belajar lagi karena kita akan selalu menang.

(Psssst… Jika memang benar ada lembaga yang menjamin kemenangan kita setiap saat, saya-pun tertarik dengan lembaga tersebut. Boleh lah saya diberikan nomor kontak lembaga tersebut. 😊)

#akhirnya

Dan pada akhirnya, kita memang harus belajar karena kita tidak selamanya berada pada posisi menang; karena posisi roda tidak lah selamanya berada di atas. Sesederhana itu.

#SemogaBermanfaat
:-)

Sepeda, Riwayatmu Kini (Bagian 3 – Sistem Penggerak / Drivetrain)

Semenjak ditemukan pada abad ke-19, sepeda mengalami beberapa kali perubahan. Mulai dari jenis peruntukkan sepeda, jenis rangka dan masih banyak lagi. Peruntukkan sepeda telah dibahas dalam Bagian 1 dan untuk tipe rangka beserta material pembentuknya sudah dikupas dalam Bagian 2.

Kali ini, saya akan coba bahas sistem drivetrain yang digunakan pada sepeda dari awal perkembangan sampai saat ini (sepeda modern). Sistem drivetrain tidak dapat dilepaskan peranannya dari sebuah alat transportasi. Baik kendaraan bermotor maupun tidak-bermotor, pasti terdapat sistem drivetrain dengan model tertentu.
Berikut beberapa sistem drivetrain yang diterapkan pada sepeda:

  • Sistem non-drivetrain (masih menggunakan kaki) – sekitar tahun 1819

Pada awal perkembangan sepeda, konsep awal dibuatnya sepeda adalah untuk mempercepat dan mempermudah pergerakkan manusia dibandingkan dengan berjalan kaki. Konsep sepeda awal yaitu dinamakan sebagai velocipede. Velocipede dikembangkan pada tahun 1819 di London, Inggris. Pengembang pertama velocipede adalah Denis Johnson. Velocipede juga disebut sebagai “hobby-horse”; karena memang pengendara velocipede memang diposisikan seperti duduk di atas kuda, bedanya, penggerak velocipede yaitu dengan menggunakan kaki pengendara. Sebagai catatan, velocipede belum mengakomodasi sistem pedal.

Berikut gambaran tentang velocipede:


  • Sistem direct-drive (penggunakaan pedal tanpa gigi rasio) – sekitar tahun 1865 ~ 1870an

b.     Selang beberapa tahun, velocipede mengalami perkembangan. Bentuk keseluruhan sepeda tidak mengalami perubahan bentuk yang signifikan. Perubahan justru terdapat pada sistem penggerak. Pada velocipede generasi kedua ini, sistem pedal mulai dikenalkan. Pengendara tidak perlu lagi mengayunkan kaki meraka secara langsung menyentuh tanah untuk menggerakkan velocipede

Sistem pedal diperkenalkan dan dipasangkan pada as roda depan. Jika dibandingkan dengan sistem pedal saat ini, mirip seperti sepeda balita roda tiga yang mempunyai sistem pedal pada as roda depan. Sistem pedal ini terbukti meningkatkan efisiensi gerakan kaki dibandingkan dengan velocipede generasi awal. Sistem penggerak yaitu menggunakan roda depan.

Berikut gambaran velocipede generasi kedua (velocipede a pedales):


Berikut modifikasi velocipede generasi kedua dengan menggunakan ukuran roda depan yang jauh lebih besar dari roda belakang (high-wheel bicycle atau penny-farthing):


  • Sistem gigi gasio dengan satu percepatan (single speed gear ratio, menandakan awal drivetrain sepeda modern) – dimulai sekitar tahun 1880an

c.      Perkembangan sepeda penny-farthing begitu cepat seiring dengan semakin cepatnya gerak manusia menggunakan sepeda tinggi tersebut. Tetapi ada bahaya yang mengintai, yaitu dengan menggunakan sepeda penny-farthing pada kecepatan tinggi, maka potensi jatuh dan cedera menjadi semakin tinggi pula. 
      
      Pada awal tahun 1880, safety bicycle diperkenalkan ke publik oleh Harry John Lawson. Pak Harry juga memperkenalkan sepeda dengan sistem rantai pertama dan berpenggerak roda belakang. Sistem rantai ini menggunakan gigi rasio tertentu pada bagian pedal dan as roda belakang. Sistem penggerak roda belakang pada sepeda dinilai jauh lebih aman dibandingkan dengan sepeda berpenggerak roda depan untuk penggunaan pada kecepatan tinggi.

Berikut gambaran safety bicycle:


Dengan menggunakan sistem penggerak roda belakang, maka masing-masing roda mempunyai tugas masing-masing yang terbagi rata. Roda belakang sebagai penggerak tunggal dan roda depan sebagai pengarah gerakan sepeda. Pada titik ini, sepeda mengalami perubahan yang cukup revolusioner. 

Perubahan yang paling terlihat adalah perubahan pada bentuk / geometri sepeda dan sistem penggerak yang mempromosikan bersepeda yang fun dan aman. Bentuk sepeda pada saat itu merupakan titik awal revolusi sepeda modern.

Sistem penggerak telah menggunakan sistem rantai dengan rasio tunggal. Rasio drivetrain tidak dapat dirubah-rubah kecuali mengganti perangkat chainring dan flywheel pada roda belakang. Sistem penggerak rasio tunggal juga dapat kita temukan pada model sepeda modern seperti sepeda fixie (fixed-gear), sepeda santai dan model sepeda lain yang biasanya untuk keperluan transportasi sehari-hari yang sederhana.

Sepeda fixie:


Sepeda single speed dengan keranjang belanja:



Sepeda penjelajah single speed dengan penggerak v-belt:


  • Sistem gigi rasio multi-percepatan dengan derailleur – dimulai pada tahun 1905

d.      Penggunaan sepeda dengan rasio tunggal dirasa tidak terlalu praktis untuk berbagai medan, terutama dengan medan yang mananjak. Penggantian mata gir (chainring dan freewheel) untuk keperluan tertentu juga dianggap kurang praktis.

Dari permasalahan ini lah kemudian muncul pengembangan dari safety bicycle yaitu dengan menambahkan satu atau dua mata gir pada as belakang (penambahan satu atau dua cog pada freewheel, sehingga total ada dua atau tiga cog pada freewheel). Sistem ini mulai dikenalkan pada tahun 1905 di Inggris. Kemudian, untuk memindahkan rantai dari cog satu ke cog lainnya digunakanlah semacam tongkat pemindah (bentuknya mirip dengan tuas persneling mobil). Untuk memindahkan posisi rantai, maka pengendara dapat menggeser tuas ke arah depan atau belakang sesuai dengan posisi rantai saat itu. Kemudian, batang pengait rantai akan menggeser rantai sesuai dengan posisi yang diinginkan. Ada pula yang menggunakan semacam puli tensioner untuk memindahkan posisi rantai.
Saat itu, produsen yang memproduksi sistem derailleur tersebut adalah Vittoria dan Campagnolo.

Berikut generasi awal deraileur untuk sistem 4-percepatan (dengan menggunakan batang pemindah):





Berikut generasi awal deraileur untuk sistem 2-percepatan (dengan menggunakan bantuan puli tensioner):




Dan derailleur mengalami perkembangan seiring dengan kebutuhan akan penambahan jumlah cog pada freewheel. Jumlah cog bertambah, maka dibutuhkan sistem pengoperan / pemindahan mata gir yang lebih cepat dan efisien (terutama untuk kebutuhan balap). Dari kebutuhan tersebut, maka lahir lah sistem parallelogram derailleur yang awalnya dikenalkan oleh Campagnolo pada tahun 1949. 

Sistem parallelogram derailleur ini dioperasikan dengan menggunakan kabel dan dioperasikan melalui semacam tuas persneling yang biasanya diletakkan di atas top-tube atau di area di sekitar head-tube.

Generasi paralellogram derailleur yang diperkenalkan oleh Campagnolo:


Kemudian, pada tahun 1964, perusahaan Suntour menyempurnakan bentuk derailleur tersebut dan mematenkan dengan model slant-parallelogram derailleur. Model yang dikeluarkan oleh Suntour ini yang dijadikan cikal-bakal derailleur modern pada sepeda masa kini. Yang membedakan antara derailleur Campagnolo dan Suntour adalah kemampuan untuk puli dalam mengatur jarak dengan cog. Dalam hal ini, slant-parallelogram derailleur milik Suntour lebih konsisten dalam menjaga jarak antara puli dengan cog. Hal ini tentu saja berdampak pada kemudahan dalam pemindahan gigi rasio.

Slant-parallelogram dearilleur generasi pertama milik Suntour:


Sekedar info, setelah masa paten slant-parallelogram derailleur milik Suntour habis, maka banyak perusahaan seperti Campagnolo, Shimano, SRAM dan perusahaan-perusahaan lain yang memakai sistem milik Suntour tersebut. Sampai tulisan ini ditulis, Suntour (kini berganti nama menjadi SR-Suntour) tidak lagi memproduksi derailleur, tetapi memproduksi komponen lain dari sepeda. 

Perusahaan yang masih mengeluarkan inovasi derailleur adalah Campagnolo, Shimano dan SRAM.
Sejauh ini, inovasi seputar deraileur masih merupakan perbaikkan dari sistem slant-paralellogram yang dikembangkan oleh Suntour. Inovasi terbaru dari derailleur adalah slant-parallelogram derailleur yang digerakkan secara elektronis (menggunakan media nirkabel), tidak lagi menggunakan kabel baja; serta jumlah pilihan percapatan yang mencapai 12-percepatan (berarti ada 12 cog yang diselipkan di as belakang roda sepeda).

Sistem SRAM eTAP yang menggunakan media nirkabel:


  • Sistem gigi rasio multi-percepatan dengan gear-box – dimulai pada tahun 1930an

e.     Dalam perkembangan sistem penggerak sepeda, derailleur bukan tanpa kekurangan. Untuk beberapa kalangan, sistem derailleur masih memiliki keterbatasan dalam hal jumlah total rasio yang dapat digunakan. Dikarenakan pada sistem derailleur menggunakan cog dengan ukuran tertentu, maka ruang yang dimiliki untuk penempatan cog juga terbatas.

Untuk itu, terobosan-pun dilakukan yaitu dengan menggunakan gear-box. Penggunaan gear-box terinspirasi dari sepeda motor yang menggunakan sistem gear-box. Konsep gear-box pada sepeda-pun sama dengan konsep gear-box pada sepeda motor, yaitu mengkonversi torsi dan kecepatan puntir dari sumber tenaga (gowesan kaki pengendara) ke roda belakang dengan perantara rantai/belt pada perbandingan tertentu yang diinginkan.

Sistem gearbox sepeda pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan yang berbasis di Jerman, yaitu Adler pada tahun 1930. Pada saat itu, Adler memperkenalkan gearbox dengan 3-percepatan yang perpindahan giginya dioperasikan melalui kabel.

Generasi pertama gearbox Adler untuk sepeda dengan 3-percepatan:


Seperti pada sepeda motor, penempatan gearbox pada sepeda harus dekat dengan sumber tenaga, yaitu di sekitar posisi poros crank (lengan gowes).
Keuntungan yang didapat dari penggunaan gearbox apabila dibandingkan dengan derailleur antara lain:
-          Memperbaiki performa perpindahan gigi
-          Melindungi mata gir dari kotoran, lumpur dan benturan dengan lingkungan sekitar
-          Memperbaiki titik berat sepeda (agar center-of-gravity berada lebih ke posisi tengah sepeda)

Dalam perkembangannya, beberapa perusahaan mengembangkan model gearbox mereka sendiri. Perusahaan besar yang ikut mengembangkan sistem gearbox sepeda sampai saat ini antara lain: SR-Suntour, Pinion dan Bosch.

SR-Suntour V-Boxx:


Seiring dengan berkembangnya sepeda elektrik, maka penggunaan gearbox semakin tinggi. Salah satu produsen gearbox untuk sepeda elektrik adalah Bosch.

Dari beberapa sistem perpindahan percepatan dalam sepeda, tiap sistem mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada sistem yang sempurna. Dan semua akan kembali kepada pengguna yang akan menggunakan sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan.

Sekian artikel mengenai sistem penggerak sepeda dari masa awal ditemukan sampai masa sepeda modern seperti sekarang. Tunggu artikel berikutnya mengenai sepeda.

Referensi:

#SemogaBermanfaat
:-)

Selasa, 18 Juli 2017

In Harmonia Progressio

In Harmonia Progressio


Akhirnya bisa punya keinginan buat nulis lagi euy.

Sepertinya memang terasa agak gatal kalu-kalu ujung jari lama ngga bersentuhan halus dengan tuts keyboard komputer. Terasa agak janggal di ujung jari. Hehee… Sudah lama berniat untuk konstan menulis di blog setidaknya sebulan menelurkan satu tulisan dengan tema tertentu. Tetapi apa daya, terkadang tidak ada sinkronasi antara niat dan waktu untuk menulis. 😊

Ya sudah. Kembali ke laptop. Langsung saja dimulai pembahasannya.

Yup.

Sesuai judul, in harmonia progressio. Bukan merupakan kalimat dalam bahasa Inggris yang dimodifikasi, bukan pula bahasa Sangsekerta. Kalimat tersebut diambil dari bahasa Latin, ya bahasa Latin. Bahasa yang sudah tidak dipakai lagi untuk bahasa resmi atau bahasa keseharian di manapun di dunia ini. Kalimat “in harmonia progressio” dijadikan pula sebagai jargon atau tagline Institut Teknologi Bandung (ITB). Oiya, saya bukan merupakan alumni dari kampus tersebut dan tidak terafiliasi dengan kampus tersebut. Tetapi jujur saja, saya terinspirasi dengan jargon tersebut. Singkat dan bermakna.

Jika diartikan ke dalam bahasa Inggris, maka jargon ITB tersebut menjadi “progress in harmony”; dan jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka akan menjadi “kemajuan dalam harmoni”. Ya kita coba bahas per kata ya. Biar lebih nendang lagi maknanya.

#progress

Dalam buku kamus Oxford, kata progress jika diposisikan sebagai kata benda (noun) maka dapat diartikan sebagai: “forward or onward movement toward a destination; development toward an improved or more advanced condition”. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka artinya akan menjadi: “pergerakan maju ke depan menuju suatu tujuan; perkembangan menuju kondisi lebih baik dan maju”. 
Singkat kata, progress merupakan suatu kemajuan menuju suatu tujuan. Dalam hidup, kita pasti mempunya harapan dan tujuan. Harapan dan tujuan dicapai dengan bertahap dan melalui suatu proses. Dan uniknya, proses yang dilalui antara satu orang dan orang lain tidak harus sama.

#harmony

Lanjut, masih merujuk ke kamus Oxford, kata harmony merupakan kata benda yang dapat diartikan sebagai: “the state of being in agreement or concord; the combination of simultaneously sounded musical instrument notes to produce a pleasing effect”. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka akan menjadi: “kondisi yang sesuai dengan kesepakatan atau rukun; kombinasi dari hasil not alat musik yang dibunyikan secara bersamaan untuk menghasilkan sebuah efek yang menghibur”. 
Yap. 
Harmoni diartikan sebagai kondisi yang akur atau tanpa pertentangan, bagaikan suara alat musik yang dibunyikan bersamaan untuk menghasilkan efek yang menghibur. Segala sesuatu yang hadir dalam satu lokasi dan dalam waktu yang bersamaan serta tanpa pertentangan, maka akan menimbulkan efek relaksasi dan itu lah yang dinamakan harmoni. Berbanding terbalik jika segala sesuatu hadir di lokasi yang sama dan dalam waktu yang bersamaan tetapi dengan pertentangan, gesekan, kesalahpahaman, curiga dan hal lain yang dapat memicu energi negatif, maka dapat dikatakan bahwa kondisi tersebut jauh dari kondisi harmoni.

#jadi

Jadi, progress in harmony dapat diartikan sebagai: “sebuah kondisi di mana beberapa hal mengalami kemajuan atau perkembangan ke arah yang lebih baik dengan tidak menimbulkan pertentangan, gesekan dan hal lain yang dapat memicu energi negatif”.

Ini yang menarik bagi saya, berbagai hal yang mengalami kemajuan atau perkembangan memang seharusnya tidak menimbulkan pertentangan atau gesekan sehingga akan menimbulkan efek yang menyenangkan bagi orang tersebut dan lingkungan sekitarnya. Apa? Lingkungan sekitarnya? Ya, karena, seperti yang sudah dijelaskan di penjelasan harmoni tadi. Harmoni dapat pula diartikan sebagai lantunan yang dihasilkan dari berbagai alat musik dan efeknya akan ganda, yaitu bagi si pemain alat musik dan bagi orang yang mendengarkan. Coba bayangkan jika para pemain orkestra memainkan not lagu sesuai dengan keinginan mereka masing-masing, maka akan menimbulkan nada acak yang tanpa arti dan tidak terbentuk harmoni; penonton-pun akan bubar dengan teratur. 😊

Betapa pentingnya harmoni dalam hidup. Beruntunglah bagi mereka yang sudah mampu membentuk harmoni dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang tanpa pertentangan dan gesekan antara pihak-pihak yang terkait dan hidup yang memberikan energi positif ke lingkungan sekitar.

Dan yakinlah, pemain orkestra-pun butuh latihan berkali-kali dan mereka pasti pernah melakukan kesalahan setidaknya sekali dalam menyelaraskan nada-nada dalam orkestra. Ego koor pemain biola harus diturunkan agas bisa menyatu dengan perkusi, pemain perkusi-pun harus menjaga irama agar pembetot bass dapat menyelaraskan dan pada akhirnya semua pemain dalam orkerstra harus mengikuti arahan Sang Konduktor agar terbentuk harmoni nada yang indah yang dapat dinikmati oleh semua pemain orkestra dan para hadirin yang menyaksikan. 

Dan yang tidak kalah penting, harmoni yang terbentuk merupakan harmoni sungguhan, harmoni yang terbentuk dari beberapa alat musik yang dimainkan; dan bukan merupakan harmoni semu yang merupakan hasil rekaman orkestra lain sehingga seolah-olah para pemain sedang memainkan alat musik, padahal suara yang dihasilkan merupakan hasil rekaman. Harmoni semu ini memang dapat menghibur para penonton, tetapi tidak dengan pemain orkestra itu sendiri. Tetapi lama-kelamaan penonton akan merasakan pula kejanggalan dalam harmoni semu tersebut.

#InHarmoniaProgressio
#ProgressInHarmony

#SemogaBermanfaat