Jumat, 28 Juli 2017

Merencanakan Kegagalan

Merencanakan kegagalan?
Serius? Kalian sedang bercanda kan?

Ya, merencanakan kegagalan. Saya serius.
Terdengar aneh? Ya, mungkin ada yang mendengar bahwa pernyataan judul di atas terdengar aneh.
Anda sehat? Ya, saya sehat dan dengan sadar menulis tulisan dengan judul tersebut.

#Yap

Di saat sebagian besar orang justru menargetkan keberhasilan / kesuksesan dalam hidup, mereka-pun merencanakan dengan baik dan detail untuk meraih keberhasilan / kesuksesan tersebut. Tujuan mereka jelas, keberhasilan dan kesuksesan. Terus, kenapa harus merencanakan kegagalan?

Ya. Seperti halnya keberhasilan, kegagalan setidaknya harus direncanakan pula. Karena hidup ini tidak selamanya mengenai kemenangan / keberhasilan / kesuksesan / kesenangan, tetapi ada hal-hal lain yang berlawanan dengan deretan kata tersebut. Selain kemenangan / keberhasilan / kesuksesan / kesenangan, dalam hidup juga ada fase kekalahan / kegagalan / kerugian / kesedihan.

Kegagalan memang bukan hak prerogatif para pecundang saja. Nah, di sini lah letak perbedaan dalam hal penyikapan kondisi kegagalan. Ada orang yang menganggap kegagalan adalah akhir dari segalanya; ada yang menganggap sebagai batu loncatan; ada yang menganggap sebagai tumbal / kesialan; ada pula orang yang menganggap sebagai lahan pembelajaran. Semua kembali ke pola pikir masing-masing.

Ada sebuah kejadian di mana terjadi “gagal fokus” dalam menyikapi kegagalan. Salah satunya adalah (dan kebetulan sayang mengalami juga) membandingkan kondisi kita yang dalam kondisi gagal dengan orang lain yang tidak gagal atau dengan kata lain: sudah sukses di mata kita. Sikap membanding-bandingkan ini bisa muncul dari pemikiran sendiri dan/atau merupakan respon dari perlakuan orang lain. Yang parah adalah kombinasi dari kedua kejadian tersebut. Di satu sisi pola pikir kita memang sedang dalam kondisi “gagal fokus” dalam menyikapi kegagalan, kemudian diperparah dengan intimidasi (nyinyir-an) dari keluarga / kerabat / kawan. Kondisi yang menurut saya sangat luar biasa. Ya, LUAR BIASA.

#KembaliKeLaptop

Eh kembali ke pembahasan merencanakan kegagalan maksudnya.

Ya. Jadi, untuk itulah esesnsi perencanaan kegagalan. Persiapan mental gagal yag sudah lebih dahulu dikuatkan jikalau kegagalan menghampiri. Setidaknya, jika ada intimidasi / tekanan / nyinyir-an dari lingkungan sekitar, pikiran kita tetap fokus dan mampu menghadapi hal tersebut dengan kepala dingin. Dengan kata lain: stay cool, bro!  :-)

Menurut saya, untuk menkondisikan kepala tetap dingin dan pola pikir kita tetap fokus memang bukan pekerjaan mudah dan dapat dikebut dalam satu malam. Pembiasaan memang perlu. Tapi, terkadang “gagal fokus” tetap muncul saat kita melihat keluarga / kawan kita mulai memandang rendah kita. Tetaplah, pola pikir kita jangan sampai menjadi pola pikir pecundang. Fokus ke pola pikir pembelajar menjadi kritikal. Karena pecundang dan pembelajar adalah dua individu yang berbeda 180 derajat.

Berat kah? Ya, memang saya akui hal tersebut berat. Menyerah sekarang? Nampaknya belum tidak. Mari kita coba cara lain.

Kemudian, kadang timbul pertanyaan: waduh, si A kenapa bisa sesukses itu ya? Si A memang luar biasa.

Yap, kesuksesan si A bisa jadi merupakan pucuk dari gunung es yang menyembulkan dirinya sedikit ke atas permukaan laut. Terkadang kita alpa mengenai sesuatu yang jauh lebih besar dari hanya sekedar pucuk gunung es yang menyembul ke permukaan laut tadi. Ya, bisa jadi sesuatu yang jauh lebih besar itu merupakan kegagalan yang sudah dialami dan dilewati oleh si A. Jika kita mau repot untuk turun dari perahu nyaman kita dan menyelam ke dalam laut yang dingin untuk melihat sesuatu yang besar tadi, barangkali kita tidak menyangka bahwa kegagalan yang sudah dilewati oleh A memang luar biasa. Bahkan mungkin kita belum tentu sanggup untuk melewati rentetan kegagalan / kerugian / kesedihan yang sudah dialami oleh si A.

Nampaknya kejadian di atas sejalan dengan ungkapan seorang pendiri Honda Coorporation:
“Apa yang orang lihat tentang kesuksesan saya hanyalah 1%, tetapi yang tidak mereka lihat adalah 99%, yaitu kegagalan-kegagalan saya” (Soichiro Honda)

Ya, bagian pucuk gunung es yang terlihat di atas permukaan laut adalah 1% bagian dari gunung es yang ada; dan bagian yang tenggelam di bawah permukaan laut adalah 99% bagian dari total keseluruhan gunung es tersebut. Sekali lagi, luar biasa.

Kembali saya ulang, perencanaan kegagalan sama halnya dengan perencanaan kesuksesan. Dalam merencanakan kesuksesan, terkadang ada saja rencana yang meleset. Sudah direncanakan tetapi masih ada saja yang meleset. Seperti itu pula kegagalan. Jika kegagalan tidak direncanakan, bisa jadi efeknya akan meleset jauh.

Saya pernah dengar sebuah wejangan dari senior bahwa “kegagalan akan menjadi satu paket dengan kesuksesan”. Hmmmm. Jujur saja, itu berat dan tidak mudah. Semua orang pasti mau menerima, menjalani dan menikmati kesusksesan; tetapi apakah semua orang mau menerima kegagalan?
Hmmm. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan kembali ke diri kita masing-masing. Semua orang mempunyai jawaban yang unik.

#Lantas

Bagaimana dengan quote “jika Anda akan gagal dalam sesuatu hal, maka gagal-lah secepatnya!”?

Kemudian quote jaman kita sekolah dasar dahulu: “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”?

Kemudian bagaimana dengan quote “gagal merencanakan berarti merencanakan gagal”?

Entahlah…
Jawaban akan kembali ke diri kita masing-masing.

Tulisan ini hasil #refleksi dari sumber berikut:
Buku: Lim, Billy. 2014. Dare to Fail: Sisi Lain di Balik Kesuksesan. Jakarta: Phoenix Publishing Project.

Semoga bermanfaat.. :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar